Rabu, 14 Maret 2012

Etika dan Profesionalisme TSI: Cara Penilaian Baik dan Buruk Menurut:

1. Aliran Eudaemonisme

Eudaemonisme yakni aliran filsafat etika yg menafsirkan tujuan manusia sehingga tercapainya kebahagiaan yang paripurna akibat mekarnya segala potensi manusia. Aristoteles (384-322), dalam bukunya yang berjudul “Nicomachean Ethics,” mencetuskan apa yang disebut sebagai etika “eudaemonisme” rasional (dari Yunani “eudaemon” yang berarti bahagia). Aristoteles mengatakan bahwa segala aktivitas hidup manusia terarah kepada kebaikan. Kebaikan yang dikejar itulah yang disebut kebahagiaan. Kebahagiaan merupakan cetusan yang paling sempurna, ideal dan rasional dari aktivitas tindakan manusia. Namun, apa yang disebut sebagai kebahagiaan menurut Aristoteles, bukanlah sesuatu yang sudah selesai, rampung dan tuntas. Kebahagiaan harus disamakan dengan aktivitas, yaitu aktivitas mencari kebahagiaan. Dengan demikian, etika “eudaemonisme” Aristotelian adalah etika yang berhubungan dengan rasionalitas manusia.

Gagasan “eudaimonia” dalam pemahaman Epicuros, terwujud dalam “kenikmatan” (pleasure), yaitu kenikmatan yang mengalir dari aktivitas makan dan minum (the roots of all good is the pleasure that comes from the eating and drinking). Sedangkan menurut kaum Epicurian, kebahagiaan terletak pada aktivitas dan kepuasan diri yang rendah. Tesis kaum Epicurian, kemudian dilanjutkan oleh Jeremy Bentham (1748-1832). Bentham mengatakan, bahwa kehidupan manusia ditentukan oleh dua unsur, yaitu perasaan sakit dan kenikmatan (pain and pleasure). Pengertian ini mengandaikan sebuah karakter untuk menghindari penderitaan dan mengejar kenikmatan, yaitu kenikmatan yang terbatas pada aktivitas makan dan minum.

Berbeda dengan Epicuros, Jeremy Bentham dan kaum Epicurian, Aristoteles tidak meletakkan “eudaimonia” pada “rasa, cita rasa dan kenikmatan.” Etika “eudaimonia” Aristoteles lebih mengarah kepada karakter rasional. Bagi Aristoteles, manusia dengan rasionya (akal budinya), dapat meraih kebahagiaan bagi hidupnya. Namun, menurut Aristoteles, manusia harus menjalankan aktivitasnya (akal budinya) menurut keutamaan (virtue) untuk mencapai kebahagiaan, karena aktivitas yang disertai keutamaan (virtue) dapat membuat manusia bahagia. Kebahagiaan menurut Aristoteles tidak terletak pada pengertian menikmati hasil atau prestasi, tetapi pada karakter kontemplasi rasional sebagai suatu aktivitas manusia untuk mengalami pencerahan.

Kebaikan yang dikejar itulah yang disebut kebahagiaan. Dengan kata lain, manusia selalu menginginkan kebahagiaan dalam hidupnya. Kendatipun ada manusia yang menginginkan penderitaan dalam hidupnya, hal itu disebabkan oleh karena situasi hidup yang dia hadapi. Artinya, manusia ingin menghindari penderitaan itu sendiri. Realitas inilah yang terjadi pada bangsa kita sekarang ini, bahwa rakyat hidup dalam realitas ketidakbahagiaan akibat kelaparan, kemiskinan, kekurangan perhatian pemerintah atas penderitaan rakyat. Maka dapat disimpulkan bahwa aliran “eudaemonisme ini yaitu lebih mengedepankan kepentingan Individual (pribadi), kelompok tertentu, daripada kepentingan Bersama".


2. Aliran Positivisme

Pandangan dunia empiris mengalami puncaknya pada aliran filsafat yang dikenal dengan nama positivisme. August Comte (1798-1857) adalah filsuf mempelopori aliran filsafat ini. Comte juga yang menciptakan sosiologi. Positivisme mendominasi ilmu pengetahuan pada abad 20 dan menetapkan kriteria yang harus dipenuhi oleh ilmu-ilmu manusia maupun alam untuk dapat disebut ilmu pengetahuan yang benar.

a. Kriteria untuk dapat terpenuhinya sebagai ilmu:

- Objektif. Teori-teori tentang semesta harus bebas nilai.

- Fenomenalisme. Ilmu pengetahuan hanya membicarakan tentang semesta yang diamati.

- Reduksionisme. Semesta direduksi menjadi fakta-fakta keras yang dapat diamati.

- Naturalisme. Alam semesta adalah objek-objek bergerak secara mekanis seperti bekerjanya jam.

b. Klaim yang dikenakan oleh positivisme:

- Klaim kesatuan ilmu, ilmu-ilmu manusia dan ilmu-ilmu alam berada dibawah satu paradigma ilmu yang sama, yaitu paradigma positivistik.

- Klaim kesatuan bahasa. Bahasa perlu dimurnikan dari konsep-konsep metafisis dengan mengajukan parameter verifikasi.

-Klaim metode verifikasi. Metode verifikasi bersifat universal, berlaku baik ilmu-ilmu alam maupun ilmu-ilmu manusia.


3. Aliran Naturalisme

Tokoh aliran filsafat ini adalah Jean Jacques Rousseau (1712-1778). Dia dilahirkan di
Switzerland, tetapi sebagian besar hidupnya dihabiskan di Perancis dimana dia menjadi filsuf terpimpin pada masanya. Rousseau diakui sebagai bapak romantisisme, yaitu suatu gerakan di mana para seniman dan para penulis menekankan tema-tema yang sentimentil, kealamiahan/kewajaran, dan kemurnian. Gagasan ini mempengaruhi konsepsi Rousseau tentang anak. Naturalisme mempunyai pandangan bahwa setiap anak yang lahir di dunia mempunyai pembawaan baik, namun pembawaan tersebut akan menjadi rusak karena pengaruh lingkungan, sehingga aliran Naturalisme sering disebut Negativisme.

Pandangan Rousseau tentang perkembangan anak disajikan dalam novelnya Emile (1762). Emile adalah teori pendidikan yang ditujukan kepada bangsawan kaya pada zamannya yang biasanya hidup artifisial dipenuhi dengan segala macam tata cara hidup ningrat. Dalam karyanya yang tersohor ini, Rousseau menggambarkan perawatan dan pemantauan seorang anak laki-laki bernama Emile dari masa bayi hingga dewasa muda.

Ajaran filsafat naturalisme romantik Rousseau dalam Emile antara lain berisi gagasan sebagai berikut: “Segala sesuatu yang berasal dari Sang Pencipta adalah baik, tetapi segala sesuatu menjadi rusak karena tangan manusia. Pendidikan Emile adalah pendidikan naturalistik atau alami dalam arti: (1) pendidikan yang mengembangkan
kemampuan-kemampuan alami atau bakat/pembawaan anak, (2) pendidikan yang berlangsung dalam alam, dan (3) pendidikan negatif. Dengan menggunakan sarana berupa sastra, Rousseau mampu menggambarkan pandangan teoritisnya tentang perkembangan anak dan memberikan saran-saran mengenai metode yang paling tepat tentang cara merawat dan mendidik anak. Yang mendasar bagi teori Rousseau adalah kembalinya kepada pandangan
Descartes bahwa anak-anak dilahirkan dengan membawa pengetahuan dan ide, yang berkembang secara alamiah dengan usianya. Perkembangan dalam pandangan ini,
dihasilkan melalui suatu rangkaian tahapan yang dibimbing oleh suatu proses sejak
dilahirkan. Pengetahuan itu diperoleh secara bertahap melalui interaksi dengan
lingkungannya yang diarahkan oleh minat dan perkembangannya sendiri. Pengetahuan
bawaan anak meliputi hal-hal seperti prinsip-prinsip keadilan dan kejujuran, dan yang
berada di atas semuanya yaitu rasa kesadaran. “Rouseau juga memandang bahwa anak
pada dasarnya adalah baik karena Tuhan membuat segala sesuatu baik
(Krogh,1994:15).

Sesuai dengan pandangan di atas, maka pendekatan untuk mendidik anak bukanlah
dengan mengajar anak secara formal atau melalui pengajaran langsung, akan tetapi
dengan memberi kesempatan kepada mereka belajar melalui proses eksplorasi dan
diskoveri. “Anak harus diberi kesempatan untuk memperoleh pengalaman-pengalaman
positif, diberi kebebasan dan mengikuti minat-minat spontannya. (Krogh, 1994:15).
Rousseau mengkritik pendidikan yang sifatnya artifisial atau dibuat-buat, dan dia
menganjurkan pendidikan itu harus natural.

Dalam biografinya Emile, Rousseau menyarankan bahwa untuk mendidik Emile
paling sedikit harus mengandung tiga gagasan yang saat ini didukung oleh beberapa
ahli pendidikan. Pertama, anak-anak dapat didorong untuk mempelajari disiplin ilmu
(body of knowledge) hanya apabila mereka telah memiliki kesiapan kognitif untuk
mempelajarinya. Kedua, anak-anak belajar sebaik mungkin apabila mereka didorongsecara mudah kepada informasi atau gagasan dan dilibatkan untuk memperoleh suatu
pemahaman tentang dirinya melalui proses penemuan oleh dirinya sendiri. Ketiga,
perawatan dan pendidikan anak harus membantu perkembangan secara permisif dari pada
menggunakan jenis interaksi yang mengandung disiplin kaku, karena disiplin kaku tidak
sesuai dengan pandangan yang lebih romantis tentang anak. Sesuai dengan
pandangannya bahwa anak dilahirkan membawa bakat yang baik, maka pendidikan
adalah pengembangan bakat anak secara maksimal melalui pembiasaan, latihan,
interaksi dengan alam, permainan, partisipasi dalam kehidupan, serta penyediaan
kesempatan belajar dan belajar selaras dengan tahap-tahap perkembangan anak.

Naturalisme memiliki tiga prinsip tentang proses pembelajaran (M. Arifin dan
Aminuddin R., 1992: 9), yaitu:

a. Anak didik belajar melalui pengalamannya sendiri. Kemudian terjadi interaksi antara
pengalaman dengan kemampuan pertumbuhan dan perkembangan di dalam dirinya
secara alami.

b. Pendidik hanya menyediakan lingkungan belajar yang menyenangkan. Pendidik
berperan sebagai fasilitator atau narasumber yang menyediakan lingkungan yang mampu
mendorong keberanian anak didik ke arah pandangan yang positif dan tanggap terhadap
kebutuhan untuk memperoleh bimbingan dan sugesti dari pendidik. Tanggung jawab
belajar terletak pada diri anak didik sendiri.

c. Program pendidikan di sekolah harus disesuaikan dengan minat dan bakat denganmenyediakan lingkungan belajar yang berorientasi kepada pola belajar anak didik. Anak
didik secara bebas diberi kesempatan untuk menciptakan lingkungan belajarnya sendiri
sesuai dengan minat dan perhatiannya.
Dengan demikian, aliran Naturalisme menitikberatkan pada strategi pembelajaran yang
bersifat paedosentris; artinya, faktor kemampuan individu anak didik menjadi pusat
kegiatan proses belajar-mengajar.


4. Aliran Idealisme

Filsafat idealisme memandang bahwa realitas akhir adalah roh, bukan materi, bukan fisik. Pengetahuan yang diperoleh melaui panca indera adalah tidak pasti dan tidak lengkap. Aliran ini memandang nilai adalah tetap dan tidak berubah, seperti apa yang dikatakan baik, benar, cantik, buruk secara fundamental tidak berubah dari generasi ke generasi. Tokoh-tokoh dalam aliran ini adalah: Plato, Elea dan Hegel, Emanuael Kant, David Hume, Al Ghazali. Idealisme adalah aliran filsafat yang berpandangan bahwa alam semesta ini adalah perwujudan intelegensi dan kemauan, hal zat atau substansi yang kekal dan abadi dalam dunia ini bersifat keijiwaan, spiritual atau rohaniah. Dan hal-hal yang bersifat materil bersumber kepada hal-hal yang bersifat kejiwaan. Tokoh aliran ini antara lain Plato, David Hume, dan Hegel.

Idealisme, sebagai filsafat hidup, memulai tinjauannya mengenai pribadi individu dengan menitikberatkan pada aku. Menurut idealisme, pada tarap permulaan seseorang belajar memahami akunya sendiri, kemudian ke luar untuk memahami dunia objektif. Dari
mikrokosmos menuju ke makrokosmos. Menurut Immanuel Kant, segala pengetahuan yang dicapai manusia melalui indera memerlukan unsure apriori, yang tidak didahului oleh pengalaman lebih dahulu. Bila orang berhadapan dengan benda-benda, bukan berarti semua itu sudah mempunayi bentuk, ruang, dan ikatan waktu. Bentuk, ruang , dan waktu
sudah ada pada budi manusia sebelum ada pengalaman atu pengamatan. Jadi, apriori yang terarah bukanlah budi pada benda, tetapi benda-benda itu yang terarah pada budi. Budi membentuk dan mengatur dalam ruang dan waktu.

Pandangannya tentang hakikat pengetahuan menyatakan bahwa pengetahuan yang benar
diperoleh melalui intuisi dan pengingatan kembali. Pengetahuan yang diperoleh melalui
indera tidak pasti, tidak lengkap, karena dunia materi hanyalah tipuan belaka, sifatnya maya, dan menyimpang dari keadaan lingkungan yang lebih sempurna. Kebenaran hanya mungkin dapat dicapai oleh beberapa orang yang mempunyai akal pikiran cemerlang, dan sebagian besar manusia hanya sampai pada tingkat pendapat.

Sehubungan dengan teori pengetahuannya, intelek dan akal memegang peranan yang sangat penting atau menentukan proses belajar mengajar, karena menurut aliran ini manusia akan dapat memperoleh pengetahuan dan kebenaran sejati. Dengan demikian pengetahuan yang diajarkan di sekolah harus bersifat intelektual. Hakikat nilai menurut pandangan idealisme bersifat absolut. Standar tingkah laku manusia diatur oleh kewajiban moral yang diturunkan dari kenyataan sebenarnya atau metafisik. Hanya satu kebenaran, yaitu kebenaran yang berasal dari Sang Pencipta.

Pendidikan menurut idealisme diartikan sebagai upaya terencana untuk mewujudkan
manusia ideal yaitu manusia yang dapat mencapai keselarasan individual yang terpadu
dalam keselarasan alam semesta. Upaya pendidikan harus ditujukan pada pembentukan
karakter, watak, menusia yang berbudi luhur, pengembangan bakat insani dan kebajikan social. Menurut idealisme, nilai akan menjadi kenyataan (ada) atau disadari oleh setiap orang apabila orang yang bersangkutan berusaha untuk mengetahui atau menyesuaikan diri dengan sesuatu yang menunjukkan nilai kepadanya dan orang itu
mempunyai pengalaman emosional yang berupa pemahaman dan perasaan senang tak senang mengenai nilai tersehut.

Sumber:

1. http://blogoranghukum.blogspot.com/2011/11/aliran-aliran-etika-profesi.html
2. http://www.scribd.com/doc/56801306/ALIRAN-POSITIVISME
3. http://www.scribd.com/rumrosyid/d/45080023/5-Aliran-Naturalisme
4. http://www.scribd.com/doc/45080023/7/Aliran-Idealisme

Tidak ada komentar:

Posting Komentar