Sabtu, 26 Februari 2011

Demo Demi Revolusi PSSI

Ratusan orang mengatasnamakan Revolusi PSSI Rabu (23/2) siang berunjuk rasa di Bundaran Hotel Indonesia. Mereka mendesak Komisi pemberantasan korupsi dan Kejaksaan Agung untuk memeriksa Ketua umum PSSI, Nurdin Halid.

Menurut Koordinator pengunjuk rasa, Gea Hermansyah, Nurdin diduga telah melakukan tindak korupsi. "Dugaan korupsi impor beras, dugaan korupsi APBD untuk PSSI, dan memanipulasi pencalonan Ketua PSSI periode 2011-2015,".

Para pengunjuk rasa mengenakan pakaian serba merah yang diklaim sebagai simbol perlawanan terhadap Nurdin Halid. Mereka menghimbau kepada seluruh pecinta sepak bola dan para suporter untuk menyelamatkan PSSI dari Nurdin Halid dan kaki tangannya.
Para demonstran menolak pencalonan Nurdin Halid sebagai Ketua Umum PSSI. Diharapkan agar PSSI ke depannya tidak lagi menjadi sarang mafia yang hanya mencari untung.

Mereka tidak menginginkan PSSI dipimpin oleh seorang koruptor yang hanya memikirkan kepentingan diri dan kelompoknya, sementara dunia olah raga sepak bola hanya dijadikan lahan untuk mencari uang.

Mereka juga menuding Nurdin Halid sebagai biang kerok keterpurukan sepak bola Indonesia. Massa juga menuding ada rekayasa dalam pemilihan ketua umum PSSI.

Para demonstran mendukung pembentukan PSSI tandingan bila nama George Toisutta dan Arifin Panigoro tetap tidak lolos. Mereka lebih menjagokan Toisutta dan Panigoro karena dinilai sosok yang mau berjuang untuk memajukan sepak bola.

Spanduk bertuliskan "Gedung Rezim Mafia Bola Judi Korup PSSI disegel oleh masyarakat sepakbola Indonesia" terpasang di pintu masuk kantor Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia atau PSSI di Jakarta, Rabu (23/2). Dua orang perwakilan suporter sepakbola masuk halaman kantor dan menyegel pintu menggunakan rantai lalu digembok.

Aparat kepolisian yang berjaga tak melarang aksi dua orang itu. Namun saat beberapa orang mencoba masuk, polisi melarang. Menurut Priyanto, seorang suporter penyegelan dilakukan untuk reformasi PSSI. Penyegelan akan terus berlangsung hingga Nurdin turun.

Bahkan saat berorasi, Komunike Bersama Suporter Sepakbola Arek Malang yang memakai kaus tim nasional berlogo Garuda di dada, membeberkan sepuluh "dosa" Nurdin.
Dosa pertama, menurut mereka, Nurdin menggunakan politik uang saat bersaing menjadi Ketua Umum PSSI periode lalu (November 2003) dengan Sumaryoto dan Jacob Nuwa Wea.
Kedua, Nurdin dituding mengubah format kompetisi dari satu wilayah menjadi dua wilayah dengan memberikan promosi gratis kepada 10 tim (Persegi Gianyar, Persiba Balikpapan, Persmin Minahasa, Persekabpas Pasuruan, Persema, Persijap, dan Petrokimia Putra, PSPS, Pelita Jaya, serta Deltras).
Ketiga, Nurdin terindikasi melakukan jual beli trofi pada musim kompetisi 2003 lantaran juara yang tampil punya kepentingan politik. Karena ketua atau manajer klub yang bersangkutan akan bertarung di pemilihan kepala daerah atau pilkada.
Dosa keempat yang dituduh pengunjuk rasa pada diri Nurdin, yakni jebloknya timnas yang tiga kali gagal ke semifinal SEA Games pada 2003, 2007, dan 2009. "Tahun 2005 lolos ke semifinal, namun PSSI saat itu dipimpin Pjs (pejabat sementara) Agusman Effendi. Kan Nurdin Halid mendekam di tahanan karena kasus korupsi," ujar koordinator aksi Agusto saat berorasi.
Dosa kelima yang melilit Nurdin ditegaskan Agusto, yakni Nurdin membohongi Federasi Sepakbola Dunia (FIFA) dengan menggelar musyawarah nasional luar biasa (munaslub) di Makassar, Sulawesi Selatan, pada 2008 untuk memperpanjang masa jabatannya.
Enam, tak jelas laporan keuangan terutama dana Goal Project dari FIFA yang diberikan setiap tahunnya.
Tujuh, banyak terjadi suap dan makelar pertandingan, bahkan banyak yang melibatkan petinggi PSSI, seperti Kaharudinsyah dan Togar Manahan Nero.
Delapan, Nurdin tak punya kekuatan untuk melobi polisi sehingga sejumlah pertandingan sering tidak mendapatkan izin atau digelar tanpa penonton.
Sembilan, Nurdin adalah satu-satunya Ketua Umum PSSI dalam sejarah yang memimpin organisasi dari balik jeruji besi.
Dosa kesepuluh yang dinilai demonstran yang dilakukan Nurdin Halid, yakni terlalu banyak intervensi terhadap keputusan-keputusan Komisi Disiplin sebagai alat lobi untuk kepetingan pribadi dan menjaga posisinya sebagai Ketua Umum PSSI.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar